JATI DIRI
Kata kunci: membangun diri remaja Membangun diri remaja bukanlah
dimulai pada saat anak itu menginjak remaja, membangun diri remaja dimulai jauh
lebih dini pada masa anak-anak itu kecil. Waktu dia mulai menyadari
kebisaannya, kemampuannya, kekhususannya, itu menjadi fondasi, menjadi
informasi yang dia akan gunakan membentuk jati dirinya bahwa dia mempunyai
keistimewaan.
Seandainya remaja itu gagal menerima keterbatasan dirinya atau
kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, dan dia tidak mengakui itu sebagai
suatu kekurangan. Ada dua reaksi yang akan muncul:
1.
Reaksi pertama, dia akan menyangkali keterbatasannya, dia
mencoba menutupi kekurangannya
2.
Reaksi kedua, dia justru akan menyoroti atau membesarkan
keterbatasannya, dia akan membesar-besarkan kebisaannya di mana dia itu bisa
dikenali atau dihargai. Ini kebalikan dari yang pertama, di sini dia mencoba
untuk mendapatkan pengakuan atas kelebihan-kelebihannya itu.
Dengan kata lain kedua reaksi ini merupakan 2
ekstrim: Yang pertama ciut, tidak berani keluar sama sekali, menutup diri dan
menjauhkan diri dari pergaulan. Yang kedua menggelembung atau mekar karena dia
mencoba membesarkan dirinya.Keminderan itu ada dua jenis:
·
Yang pertama keminderan lokal, yaitu rasa kurang pada hal yang
spesifik, misalnya: kita merasa kurang bisa memimpin kelompok diskusi, kita
kurang bisa berdiri di muka umum, kita kurang bisa untuk bernyanyi.
·
Yang berbahaya atau yang tidak sehat adalah keminderan global,
yaitu keminderan menyeluruh di mana hampir dalam setiap aspek kehidupan kita
merasa kita tidak bisa apa-apa dan anggapan kita tentang siapa kita sangat
negatif.
Dalam masa-masa seperti ini peran mereka yang
lebih senior, baik orang tua, guru pendampingnya, atau pembina rohaninya besar
sekali.Namun saya kira, kita perlu juga melihat perlakuan negatif yang
kadang kala dilakukan baik oleh orang tua maupun oleh guru:1.
Tanggapan negatif seperti celaan-celaan, penolakan-penolakan
yang diberikan kepada si anak itu akhirnya bukan saja membuat dia merasa tidak
memiliki keistimewaan, dia malahan merasa tidak mempunyai apapun yang positif,
karena celaan sering kali dia dengar, kritikan sering dilontarkan, kemarahan
atas kekurangannya sering juga diekspresikan.
2.
Adakalanya orang tua sibuk, karena sibuk tidak terlalu banyak
bergaul dengan anak, akhirnya kurang memberikan tanggapan kepada anak.
3.
Yang terakhir adalah yang juga sama bahayanya adalah tanggapan
yang positif tapi berlebihan.
Penekanan di sini adalah hamba yang melakukan tugasnya itu. Kita
sebagai orang tua juga dituntut untuk tetap setia kepada Tuhan dalam melakukan
tugas kita. Tugas kita nomor satu adalah mendidik anak-anak di rumah, jangan
sampai Tuhan datang dan waktu Tuhan menanyakan tentang anak-anak kita kaget.
Kita kaget karena anak-anak kita tahu-tahu sudah begitu jauh dari Tuhan dan
mempunyai nilai-nilai hidup yang berkebalikan dari yang Tuhan berikan kepada
kita.
0 komentar:
Posting Komentar